Diabetes
melitus atau sering dikenal dengan penyakit kencing manis merupakan penyakit metabolik kronis yang disebabkan oleh
keturunan dan /
atau kekurangan produksi insulin oleh pankreas, atau oleh tidak efektifnya insulin yang diproduksi.
Defisiensi tersebut menyebabkan meningkatnya konsentrasi glukosa dalam darah
yang akan berdampak pada sistem-sistem dalam tubuh, khususnya pembuluh darah
dan syaraf (WHO, 2014) .
Secara
umum, penyakit diabetes dibagi menjadi dua tipe, yaitu diabetes tipe 1 dan
diabetes tipe 2. Diabetes tipe 1 adalah kondisi dimana pankreas tidak bisa
memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup. Tipe ini kebanyakan ditemukan pada
anak-anak dan remaja. Diabetes tipe 2 adalah kondisi dimana tubuh tidak dapat
merespon dengan baik insulin yang dihasilkan oleh pankreas. Diabetes tipe 2
banyak ditemukan pada orang dewasa, namun akhir-akhir ini juga sering ditemukan
terjadi pada remaja (ADA, 2014) .
Diabetes
sendiri merupakan salah satu penyakit dengan jumlah penderita tertinggi. Pada
tahun 2013, jumlah penderita diabetes mencapai 382 juta orang dengan mayoritas
menderita diabetes tipe 2. Tipe ini banyak
diderita lantaran tingginya angka obesitas dan kurang berolahraga. Angka
ini meningkat sebesar 8,4% dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 371 juta orang.
Pada tahun 2035, jumlah penderita diabetes di dunia diprediksi akan mencapai
592 juta jiwa atau meningkat sebesar 55% (IDF, 2013)
Di
Indonesia sendiri, jumlah penderita diabetes mencapai 8,5 juta orang pada tahun
2013. Indonesia menempati urutan ke tujuh negara dengan jumlah penderita
diabetes di dunia. Di posisi teratas terdapat Cina dengan 98,4 juta jiwa, India
dengan 65,1 juta jiwa dan Amerika sebanyak 24,4 juta jiwa. Pada tahun 2030, Indonesia
diprediksi akan menjadi Negara dengan penderita diabetes
terbanyak ke tiga di dunia (Anon., 2013)
Insulin merupakan hormon yang diproduksi oleh
pankreas. Insulin sangat dibutuhkan oleh tubuh pada metabolisme karbohidrat untuk
mengubah glukosa
menjadi energi. Insulin disekresi
oleh pankreaas sebagai respon atas meningkatnya kadar glukosa dalam darah. Insulin
berfungsi menurunkan kadar glukosa dalam darah. Insulin tersebut kemudian
dialirkan melalui darah ke seluruh tubuh. Sel-sel tubuh kemudian menangkap
insulin pada suatu reseptor glikoprotein spesifik yang terdapat pada membran
sel. Reseptor tersebut terdiri dari subunit α yang berada pada permukaan luar
membran yang berfungsi mengikat insulin, serta subunit β yang berupa protein
transmemban yang berfungsi mentransduksi sinyal. Bagian
sitoplasma subunit β mempunyai aktivitas tirosin kinase dan tapak
autofosforilasi (King, 2010) .
Penderita Diabetes mellitus akan mengalami gangguan pada metabolisme
karbohidrat, dimana terjadi penurunan proses glikolisis dan
glikogenesis, serta terjadi peningkatan glikogenolisis dan glukoneogenesis.
Pengangkutan glukosa ke dalam sel dilakukan melalui
proses difusi dengan bantuan protein pembawa. Penderita diabetes memiliki protein pembawa yang sangat rendah, terutama
pada otot jantung, otot rangka dan jaringan adiposa karena insulin yang
mentranslokasikannya ke active site
tidak tersedia. Akibatnya glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel untuk diubah
menjadi energi, sihingga tubuh akan kekurangan energi.
Kondisi
ini diperparah dengan peranan insulin pada pengaturan metabolisme glukosa. Hormon insulin meningkatkan glikolisis pada sel-sel
hati dengan cara meningkatkan aktivitas enzim-enzim yang berperan, seperti
glukokinase, fosfofruktokinase dan piruvat kinase. Bertambahnya glikolisis akan
meningkatkan penggunaan glukosa dan dengan demikian secara tidak langsung
menurunkan pelepasan glukosa ke plasma darah. Selain itu, Insulin juga
berfungsi meningkatkan glikogenesis, yaitu sintesis glikogen dari glukosa. Terjadinya
peristiwa glikogenesis berarti terjadi pengurangan glukosa yang diambil untuk
sintesis glikogen, yang juga berarti menurunkan kadar glukosa dalam darah.
Dengan tidak adanya insulin, Glikolisis dan
glikogenesis akan terhambat karena enzim yang
berperan dalam kedua jalur tersebut diinaktivasi. Sedangkan
tanpa insulin, jalur metabolisme yang mengarah pada pembentukan glukosa dirangsang
terutama oleh glukagon dan epinefrin yang bekerja melalui cAMP yang memiliki
sifat antagonis terhadap insulin. Oleh karena itu, penderita diabetes mellitus
baik tipe I atau tipe II kurang dapat menggunakan glukosa yang diperolehnya
melalui makanan. Akibatnya glukosa akan terakumulasi dalam plasma
darah (hiperglikemia).
Pada penderita dengan kadar gula darah yang tinggi,
gula akan diekskresikan melalui urin. Gula disaring oleh glomerolus ginjal
secara terus menerus dan akan dikembalikan ke dalam sistem aliran darah melalui
proses reabsorpsi tubulus ginjal. Ketika glukosa darah meningkat hingga
melebihi kapasitas reabsorpsi sel tubulus ginjal, glukosa akan diekskresikan
melalui urin. Kondisi ini disebut glikosuria. Glukosa pada urin memiliki efek
osmotik yang dapat menarik H2O masuk ke dalam tubulus ginjal
sehingga terjadi
proses osmotik diuresis yang ditandai poliuria, yaitu pengeluaran urin secara berlebihan. Konsekuensi lain dari hal ini adalah, tubuh kekurangan air. Penderita akan mengalami dehidrasi, bertambahnya rasa haus dan gejala banyak minum yang disebut polidipsia.
proses osmotik diuresis yang ditandai poliuria, yaitu pengeluaran urin secara berlebihan. Konsekuensi lain dari hal ini adalah, tubuh kekurangan air. Penderita akan mengalami dehidrasi, bertambahnya rasa haus dan gejala banyak minum yang disebut polidipsia.
Penderita diabetes tipe 1 biasanya akan mengalami
gejala yang lebih kompleks karena sama sekali tidak bisa menghasilkan insulin.
Akibatnya, gangguan metabolik yang terjadi
juga akan mempengaruhi metabolism lemak bahkan asam amino. Penderita
tidak dapat memperoleh energi dari katabolisme glukosa, sehingga tubuh akan
mencari alternatif lain untuk memperoleh energi, yaitu dengan merombak simpanan
lemak pada jaringan adiposa. Perombakan lemak secara terus menerus akan
mengakibatkan terjadinya penumpukan asam asetoasetat dalam tubuh. Asam
asetoasetat dapat terkonversi menjadi aseton atau dapat dikonversi menjadi asam
β-hidroksibutirat dengan
adanya CO2. Ketiga senyawa ini disebut
dengan keton body yang akan terdapat
pada urin penderita dan dapat dideteksi dari bau mulut yang seperti keton.
Penderita akan mengalami ketoasidosis yaitu meningkatnya kadar keton dalam
darah dan meningkatnya keasaman darah. Jika tidak diobati, kondisi ini dapat
menyebabkan koma dan kematian (Kaplan, 1992)
Tidak adanya glukosa dalam sel juga akan mengakibatkan
glukoneogenesis, yaitu sintesis glukosa dari senyawa selain karbohidrat, secara
berlebihan. Sel-sel hati akan akan meningkatkan produksi glukosa dari substrat
lain, salah satunya dengan merombak protein. Asam amino
hasil perombakan ditransaminasi sehingga dapat menghasilkan substrat atau
senyawa antara dalam pembentukan glukosa. Peristiwa berlangsung terus-menerus
karena insulin yang membatasi glukoneogenesis sangat sedikit atau tidak ada
sama sekali. Glukosa yang dihasilkan kemudian akan terbuang melalui urin.
Akibatnya, terjadi penurunan jumlah jaringan otot dan jaringan
adiposa secara signifikan. Penderita akan kehilangan berat badan secara drastis meskipun terdapat
peningkatan selera makan (polifagia) dan asupan kalori normal atau meningkat (Murray, 2003)
Pada penderita diabetes tipe 2, ketoasidosis tidak
terjadi karena penguraian lemak (lipolisis) tetap terkontrol. Pada diabetes
tipe 2, pankreas masih dapat memproduksi insulin dalam jumlah normal, namun
terjadi kerusakan pada reseptor insulin. Sehingga, glukosa yang dibawa insulin untuk
diubah menjadi glikogen rendah. Akibatnya proses glikogenesis menurun dan
sel-sel tubuh mengalami kelaparan dan menyebabkan polifagia. Selanjutnya,
terjadi peningkatan glikogenolisis, dimana pemecahan glikogen menjadi glukosa
dalam sel miningkat. Karena tubuh selalu membutuhkan energi, maka berapun
glikogen yang ada dalam sel akan dipecah terus menerus untuk mencukupi kebutuhan
energi. Karena dipecah terus menerus, jumlah glikogen dalam sel menurun,
sehingga glukosa yang dihasilkan juga menurun, padahal glukosa diperlukan untuk
memproduksi ATP. Pada akhirnya, tubuh akan mencari alernatif lain yaitu dengan
melakukan gluconeogenesis yang berakibat penurunan berat badan secara drastic pada
penderita (Lehninger, 1982)
Referensi
ADA(American Diabetes
Association), 2014. Diabetes basics. [Online] Available at: http://www.diabetes.org/
[Accessed 27 august 2014].
Anon., 2013. 2030, Jumlah Diabetes Indonesia Peringkat Ketiga di Dunia.
[Online]
Available at: http://health.liputan6.com/read/585052/2030-jumlah-diabetesi-indonesia-peringkat-ketiga-di-dunia [Accessed 27 August 2014].
Available at: http://health.liputan6.com/read/585052/2030-jumlah-diabetesi-indonesia-peringkat-ketiga-di-dunia [Accessed 27 August 2014].
Kaplan R. J.,
Greenwood C. E., Winocur G., Wolever T. MS., 1992. Cognitive Performance is
Assosiated With Glucose Regulation in Healthy Elderly Persons and Can Be
Enhance With Glucose and Dietary Carbohydrates. Am J Clin Nutr 1992: 72:
825-36.
King, M. W., 2010. Glycolysis: Process of Glucose Utilization and
Homeostasis.. [Online]
Available at: http://themedicalbiochemistrypage.org/glycolysis.html [Accessed 28 August 2013].
Available at: http://themedicalbiochemistrypage.org/glycolysis.html [Accessed 28 August 2013].
Lehninger, Albert.L., 1982.. Dasar-Dasar
Biokimia. Translated by : Dr.Ir.Maggy Thenawidjaja.
Jakarta : Erlangga.
IDF (International
Diabetes Federation), 2013. IDF Diabetes Atlas 6th ed. Online] Available at: www.idf.org/diabetesatlas
[Accessed 28 August 2013].
Murray, R.K., Granner, D.K., Mayes, P.A., dan Rodwell, V.W. 2003. Biokimia Harper. 25
ed. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
WHO (World Health Organixation), 2014. Diabetes Melitus. [Online] Available at: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs138/en/
[Accessed 27 August 2014].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar