Minggu, 01 Mei 2016

Metabolisme Karbohidrat Pada Penderita Diabetes Melitus


Diabetes melitus atau sering dikenal dengan penyakit kencing manis merupakan penyakit metabolik kronis yang disebabkan oleh keturunan dan / atau kekurangan produksi insulin oleh pankreas, atau oleh tidak efektifnya insulin yang diproduksi. Defisiensi tersebut menyebabkan meningkatnya konsentrasi glukosa dalam darah yang akan berdampak pada sistem-sistem dalam tubuh, khususnya pembuluh darah dan syaraf (WHO, 2014).
Secara umum, penyakit diabetes dibagi menjadi dua tipe, yaitu diabetes tipe 1 dan diabetes tipe 2. Diabetes tipe 1 adalah kondisi dimana pankreas tidak bisa memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup. Tipe ini kebanyakan ditemukan pada anak-anak dan remaja. Diabetes tipe 2 adalah kondisi dimana tubuh tidak dapat merespon dengan baik insulin yang dihasilkan oleh pankreas. Diabetes tipe 2 banyak ditemukan pada orang dewasa, namun akhir-akhir ini juga sering ditemukan terjadi pada remaja (ADA, 2014).
Diabetes sendiri merupakan salah satu penyakit dengan jumlah penderita tertinggi. Pada tahun 2013, jumlah penderita diabetes mencapai 382 juta orang dengan mayoritas menderita diabetes tipe 2. Angka ini meningkat sebesar 8,4% dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 371 juta orang. Pada tahun 2035, jumlah penderita diabetes di dunia diprediksi akan mencapai 592 juta jiwa atau meningkat sebesar 55% (IDF, 2013)
Di Indonesia sendiri, jumlah penderita diabetes mencapai 8,5 juta orang pada tahun 2013. Indonesia menempati urutan ke tujuh negara dengan jumlah penderita diabetes di dunia. Di posisi teratas terdapat Cina dengan 98,4 juta jiwa, India dengan 65,1 juta jiwa dan Amerika sebanyak 24,4 juta jiwa. Pada tahun 2030, Indonesia diprediksi akan menjadi Negara dengan penderita diabetes terbanyak ke tiga di dunia (Anon., 2013)
Insulin merupakan hormon yang diproduksi oleh pankreas. Insulin sangat dibutuhkan oleh tubuh pada metabolisme karbohidrat untuk mengubah glukosa menjadi energi. Insulin disekresi oleh pankreaas sebagai respon atas meningkatnya kadar glukosa dalam darah. Insulin berfungsi menurunkan kadar glukosa dalam darah. Insulin tersebut kemudian dialirkan melalui darah ke seluruh tubuh. Sel-sel tubuh kemudian menangkap insulin pada suatu reseptor glikoprotein spesifik yang terdapat pada membran sel. Reseptor tersebut terdiri dari subunit α yang berada pada permukaan luar membran yang berfungsi mengikat insulin, serta subunit β yang berupa protein transmemban yang berfungsi mentransduksi sinyal. Bagian sitoplasma subunit β mempunyai aktivitas tirosin kinase dan tapak autofosforilasi (King, 2010).
Penderita Diabetes mellitus akan mengalami gangguan pada metabolisme karbohidrat, dimana terjadi penurunan proses glikolisis dan glikogenesis, serta terjadi peningkatan glikogenolisis dan glukoneogenesis.
Pengangkutan glukosa ke dalam sel dilakukan melalui proses difusi dengan bantuan protein pembawa. Penderita diabetes memiliki protein pembawa yang sangat rendah, terutama pada otot jantung, otot rangka dan jaringan adiposa karena insulin yang mentranslokasikannya ke active site tidak tersedia. Akibatnya glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel untuk diubah menjadi energi, sihingga tubuh akan kekurangan energi.
Kondisi ini diperparah dengan peranan insulin pada pengaturan metabolisme glukosa. Hormon insulin meningkatkan glikolisis pada sel-sel hati dengan cara meningkatkan aktivitas enzim-enzim yang berperan, seperti glukokinase, fosfofruktokinase dan piruvat kinase. Bertambahnya glikolisis akan meningkatkan penggunaan glukosa dan dengan demikian secara tidak langsung menurunkan pelepasan glukosa ke plasma darah. Selain itu, Insulin juga berfungsi meningkatkan glikogenesis, yaitu sintesis glikogen dari glukosa. Terjadinya peristiwa glikogenesis berarti terjadi pengurangan glukosa yang diambil untuk sintesis glikogen, yang juga berarti menurunkan kadar glukosa dalam darah.
Dengan tidak adanya insulin, Glikolisis dan glikogenesis akan terhambat karena enzim yang berperan dalam kedua jalur tersebut diinaktivasi. Sedangkan tanpa insulin, jalur metabolisme yang mengarah pada pembentukan glukosa dirangsang terutama oleh glukagon dan epinefrin yang bekerja melalui cAMP yang memiliki sifat antagonis terhadap insulin. Oleh karena itu, penderita diabetes mellitus baik tipe I atau tipe II kurang dapat menggunakan glukosa yang diperolehnya melalui makanan. Akibatnya glukosa akan terakumulasi dalam plasma darah (hiperglikemia).
Pada penderita dengan kadar gula darah yang tinggi, gula akan diekskresikan melalui urin. Gula disaring oleh glomerolus ginjal secara terus menerus dan akan dikembalikan ke dalam sistem aliran darah melalui proses reabsorpsi tubulus ginjal. Ketika glukosa darah meningkat hingga melebihi kapasitas reabsorpsi sel tubulus ginjal, glukosa akan diekskresikan melalui urin. Kondisi ini disebut glikosuria. Glukosa pada urin memiliki efek osmotik yang dapat menarik H2O masuk ke dalam tubulus ginjal sehingga terjadi
proses osmotik diuresis yang ditandai poliuria, yaitu pengeluaran urin secara berlebihan. Konsekuensi lain dari hal ini adalah, tubuh kekurangan air. Penderita akan mengalami dehidrasi, bertambahnya rasa haus dan gejala banyak minum yang disebut polidipsia.
Penderita diabetes tipe 1 biasanya akan mengalami gejala yang lebih kompleks karena sama sekali tidak bisa menghasilkan insulin. Akibatnya, gangguan metabolik yang terjadi  juga akan mempengaruhi metabolism lemak bahkan asam amino. Penderita tidak dapat memperoleh energi dari katabolisme glukosa, sehingga tubuh akan mencari alternatif lain untuk memperoleh energi, yaitu dengan merombak simpanan lemak pada jaringan adiposa. Perombakan lemak secara terus menerus akan mengakibatkan terjadinya penumpukan asam asetoasetat dalam tubuh. Asam asetoasetat dapat terkonversi menjadi aseton atau dapat dikonversi menjadi asam β-hidroksibutirat dengan adanya CO2. Ketiga senyawa ini disebut dengan keton body yang akan terdapat pada urin penderita dan dapat dideteksi dari bau mulut yang seperti keton. Penderita akan mengalami ketoasidosis yaitu meningkatnya kadar keton dalam darah dan meningkatnya keasaman darah. Jika tidak diobati, kondisi ini dapat menyebabkan koma dan kematian (Kaplan, 1992)
Tidak adanya glukosa dalam sel juga akan mengakibatkan glukoneogenesis, yaitu sintesis glukosa dari senyawa selain karbohidrat, secara berlebihan. Sel-sel hati akan akan meningkatkan produksi glukosa dari substrat lain, salah satunya dengan merombak protein. Asam amino hasil perombakan ditransaminasi sehingga dapat menghasilkan substrat atau senyawa antara dalam pembentukan glukosa. Peristiwa berlangsung terus-menerus karena insulin yang membatasi glukoneogenesis sangat sedikit atau tidak ada sama sekali. Glukosa yang dihasilkan kemudian akan terbuang melalui urin. Akibatnya, terjadi penurunan jumlah jaringan otot dan jaringan adiposa secara signifikan. Penderita akan kehilangan berat badan secara drastis meskipun terdapat peningkatan selera makan (polifagia) dan asupan kalori normal atau meningkat (Murray, 2003)
Pada penderita diabetes tipe 2, ketoasidosis tidak terjadi karena penguraian lemak (lipolisis) tetap terkontrol. Pada diabetes tipe 2, pankreas masih dapat memproduksi insulin dalam jumlah normal, namun terjadi kerusakan pada reseptor insulin. Sehingga, glukosa yang dibawa insulin untuk diubah menjadi glikogen rendah. Akibatnya proses glikogenesis menurun dan sel-sel tubuh mengalami kelaparan dan menyebabkan polifagia. Selanjutnya, terjadi peningkatan glikogenolisis, dimana pemecahan glikogen menjadi glukosa dalam sel miningkat. Karena tubuh selalu membutuhkan energi, maka berapun glikogen yang ada dalam sel akan dipecah terus menerus untuk mencukupi kebutuhan energi. Karena dipecah terus menerus, jumlah glikogen dalam sel menurun, sehingga glukosa yang dihasilkan juga menurun, padahal glukosa diperlukan untuk memproduksi ATP. Pada akhirnya, tubuh akan mencari alernatif lain yaitu dengan melakukan gluconeogenesis yang berakibat penurunan berat badan secara drastic pada penderita (Lehninger, 1982)

Referensi
ADA(American Diabetes Association), 2014. Diabetes basics. [Online]  Available at: http://www.diabetes.org/ [Accessed 27 august 2014].
Anon., 2013. 2030, Jumlah Diabetes Indonesia Peringkat Ketiga di Dunia. [Online]
Available at: http://health.liputan6.com/read/585052/2030-jumlah-diabetesi-indonesia-peringkat-ketiga-di-dunia [Accessed 27 August 2014].
Kaplan R. J., Greenwood C. E., Winocur G., Wolever T. MS., 1992. Cognitive Performance is Assosiated With Glucose Regulation in Healthy Elderly Persons and Can Be Enhance With Glucose and Dietary Carbohydrates. Am J Clin Nutr 1992: 72: 825-36.
King, M. W., 2010. Glycolysis: Process of Glucose Utilization and Homeostasis.. [Online]
Available at: http://themedicalbiochemistrypage.org/glycolysis.html [Accessed 28 August 2013].
Lehninger, Albert.L., 1982.. Dasar-Dasar Biokimia. Translated by : Dr.Ir.Maggy Thenawidjaja.  Jakarta : Erlangga.
IDF (International Diabetes Federation), 2013. IDF Diabetes Atlas 6th ed. Online] Available at: www.idf.org/diabetesatlas [Accessed 28 August 2013].
Murray, R.K., Granner, D.K., Mayes, P.A., dan Rodwell, V.W. 2003. Biokimia Harper. 25 ed. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

WHO (World Health Organixation), 2014. Diabetes Melitus. [Online]  Available at: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs138/en/ [Accessed 27 August 2014].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar