Mikrobium
adalah semua mikroorganisme yang berasosiasi dengan tempat hidupnya. Contohnya
mikrobium manusia berarti semua mikrobia yang berasosiasi dengan manusia atau
mikrobium tanah artinya semua mikrobia yang berasosiasi dengan tanah. Tubuh
manusia berukuran makroskopis dan terlihat secara kasat mata, namun sebenarnya
tersusun atas sel mikroskopis seperti sel darah, sel tulang, sel otak, dan
sel-sel lain yang jumlahnya mencapai 1013 sel.
Jumlah
sel tersebut belum termasuk mikrobium yang terdapat pada tubuh kita. Contohnya,
banyak mikrobium seperti bakteri yang tinggal di kulit manusia. Meskipun kita
memakai sabun, bakteri-bakteri ini tetap tinggal di tubuh dan kebanyakan
bakteri tersebut berdampak positif, khususnya bagi kesehatan. Dalam tubuh 1
manusia, jumlah mikrobium adalah 10 kali lipat dari jumlah sel manusia. Ini
berarti terdapat 1014 sel mikrobium pada tubuh manusia. Fakta ini
seperti menggambarkan bahwa manusia sebenarnya lebih banyak mengandung sel
prokariot daripada sel eukariot.
Seperti
demografi, jumlah mikroba juga ada yang terpusat pada bagian tertentu. Pada
manusia, “metropolitan” kebanyakan mikrobium terdapat di feces. 1g feces mengandung 1012 bakteri. Ini artinya 50% massa feces merupakan massa
bakteri.
Bakteri
tinggal di berbagai tempat pada tubuh manusia, seperti di bola mata, kulit, dan
vagina. Pada masing-masing tempat tersebut tentu ada populasi spesies yang
dominan. Contohnya salah satu spesies yang dominan terdapat pada sistem
pencernaan adalah lactobacillus.
Bakteri ini juga ditemukan di vagina. Di dalam vagina lactobacillus memproduksi asam dan ini menyebabkan pH vagina
menjadi rendah. Bakteri ini membantu menjaga kesehatan vagina dengan menjaga
pH. Apabila pH naik, dapat muncul jamur atau bau yang tidak sedap. Ini
disebabkan perubahan komposisi dari mikrobium.
Secara
umum, jumlah mikrobium meningkat seiring perkembangan usia. Selain jumlahnya yang
bertambah, variannya juga meningkat. Contoh pada vagina, saat ibu mengandung
akan terdapat bakteri lactobacillus
johnson. Bakteri ini bersama bakteri lainnya adalah mikrobium pertama yang
menempel pada manusia, yaitu pada saat proses kelahiran. Kondisi ini
menimbulkan rentannya tubuh manusia usia dini, kira-kira hingga usia 3 tahun, dikarenakan
jumlah mikrobiumnya masih sedikit dan sensitif terhadap antibiotik. Bayi yang
lahir norman dan secara sesar akan memiliki mikrobium yang berbeda. Pada bayi
yang lahir normal, mikrobium yang menempel akan mirip dengan mikrobium yang ada
di vagina, sedangkan pada bayi yang lahir sesar mikrobiumnya akan mirip dengan
mikrobium kulit.
Mikrobium
juga berbeda pada jenis manusianya. Misalnya orang autis dan non autis berbeda
karena ada kecenderungan perbedaan pada komposisi mikrobiumnya. Ada juga
mikrobium yang cenderung terdapat pada orang obesitas yang mempengaruhi nafsu
makan. Hal-hal seperti ini dapat diidentifikasi dengan percobaan pada tikus
yaitu misalnya dengan memberikan makanan steril yang disisipi fetal orang gemuk
pada anak tikus. Hasilnya akan menunjukkan tikus ikut gemuk, dan ini tidak
dipengaruhi gen, melainkan mikrobium yang terdapat pada fetal tersebut.
Selama
ini orang lebih menyukai sabun yang ada antibiotiknya. Padahal antibiotik juga
dapat membunuh mikrobium-mikrobium yang berdampak positif. Manusia pada
dasarnya tertarik untuk “kotor”, terutama anak kecil. Hal ini sebenarnya merupakan
pengenalan tubuh dengan bakteri. Selain itu pada rumah-rumah juga terdapat
jendela yang menjadi “pintu masuk” bakteri ke dalam rumah, atau tanaman yang
dapat menjadi habitat eksternal bakteri. Bandingkan saja anak yang sering main
outdoor dengan indoor, saat dewasa, anak indoor cenderung asma dan alergi
karena jarang berkenalan dengan bakteri luar.
Penggunaan
antibiotik tidak boleh berlebihan. Pengguanaan yang berlebih dapat membunuh bakteri
positif dan malah memancing kehadiran bakteri resisten dan patogen. Contoh pada
saat sakit gangguan pencernaan, jika minum antobiotik secara berlebihan maka
akan membunuh bakteri yang menggangggu namun juga dapat membunuh bakteri baik
yang membantu dan menjaga pencernaan. Jika bakteri baik mati, maka dapat memunuculkan
strain bakteri lain yang resisten. Jika
bakteri lain tersebut patogen tentu akan sangat berbahaya dan akan lebih sulit
dihilangkan.
Jika
kita kurang makan sayur dan buah, maka makanan bagi bakteri probiotik akan
habis sehingga menghambat pertumbuhaannya. Buah dan sayur mengandung
oligosakarida yang menjadi prebiotik. Padahal probiotik bermanfaat bagi tubuh,
terutama dalam sistem pencernaan. Selain dengan mendukung makan sayur dan buah,
kita juga bisa membantu mikrobium dengan mengonsumsi makanan fermentasi.
Pada
makanam fermentasi, mikrobium membantu memberikan karakteristik yang baik. Contohnya
yeast pada pembuatan bika ambon yang
menghasilkan CO2 dan membuat lubang pada bika ambon.
Tempe
merupakan salah satu produk fermentasi dari kedelai. Tempe merupakan produk
khas Indonesia dan merupakan satu-satunya makanan dari kedelai yang tidak
berasal dari China. Tempe merupakan makanan fermentasi yang unik, karena kita
dapat mengonsumsinya secara terus menerus dan tidak terbatas. Ini berbeda
dengan makanan fermentasi lain, misalnya jika makan tauco ataun kecap kita
tidak bisa mengonsumsinya secara berleihan, karena rasanya asin dan dapat
menimbulkan rasa tidak enak. Tapi jika kita mengonsumsi tempe kita bisa makan
sebanyak yang kita mau.
Tempe
sendiri merupakan bentuk akhir yang dihasikakn oleh kapang Rhizopus. Jumlah Rhizopus
dalam tempe berjumalah 109 sel jamur gram tempe. Jumlah mikrobia ini
1000 kali lipat lebih besar dibanding jumlah mikrobia yang ada pada minuman
probiotik, seperti yakult yang hanya memiliki 106 sel bakteri / gram
yakult.
Jika
ingin mempelajari satu per satu jenis mikroba pada tempe, kita harus mengisolasinya
terlebih dahulu dan kesulitannya adalah membuat streak/goresan. Isolasi
sebenarnya merugikan mikroba. Mikroba hidup bersimbiosis antar sesamanya di alam. Jarang ada mikroba di alam yang hidup
terisolasi. Karena isolasi dianggap merugikan, maka cara mempelajari yang lebih
baik adalah ekstraksi mikrobanya. Lalu
DNA mikroba diidentifikasi dengan melihat DNA sequence nya. Cara ini tidak merugikan karena tidak membutuhkan sel
bakteri hidup.
Analisa mikroba pada tempe dilakukan bertujuan mengoptimalkan
karakteristik dari tempe tersebut. Contohnya jika terlalu banyak acetobacter
maka tempe akan menjadi asam. Atau jika didalamnya terkandung Klebsiella pneumoniae maka akan memproduksi vitamin B12 secara natural
dan tempe menjadimengandung vitamin B12.
Dari identifikasi mikroba, kita dapat membuat varian tempe. Hanya saja beberapa
mikroba merugikan jika ditemukan di tempat lain. Contoh klebsiella pneumonieae yang jika terdapat di paru-paru dapat menyebabkan pneumonia. Namun jika bakteri ini
dipakai untuk fermentasi di tempe, dampak negative tersebut hilang. Inilah
pentingnya identifikasi, agar kita mendapat strain
baru yang tidak pathogen.
Kita
sering menemukan bahwa kebanyakan tempe dibungkus dengan daun. Hal ini
disebabkan karena daun tersebut dapat memicu
pembentukan flavor serta menjaga kondisi optimum untuk jamur tetap tumbuh. Apabila tempe dibungkus dengan bahan lain,
seperti plastik atau stainless maka rasanya akan berbeda dengan tempe yang
dibungkus dengan daun dan kemungkinan
fermentasi kurang berjalan sempurna. Dari hasil penelitian, ternyata tempe di Indonesia bukan monokultur.
Maksudnya tidak hanya ada 1 jenis mikroba di dalamnya. Jadi di dalam tempe
tidak hanya terdapat jamur Rhizopus saja,
tetapi juga terdapat mikroba lain yang berperan dalam fermentasi.
Referensi :
Kuliah umum oleh Prof. Dr. Ir. Antonius Suwanto, M.Sc. tanggal 21 November 2014 di Surya University
Kuliah umum oleh Prof. Dr. Ir. Antonius Suwanto, M.Sc. tanggal 21 November 2014 di Surya University
Tidak ada komentar:
Posting Komentar