Sabtu, 07 Mei 2016

Protein Energy Malnutrition

Malnutrisi menjadi masalah tersendiri di dunia. Saat ini, diperkirakan bahwa hampir 870 juta orang dari 7,1 miliar orang di dunia mengalami kekurangan gizi. Dari jumlah tersebut, sekitar 97% atau sebesar 852 juta tinggal di negara berkembang dan sebanyak 16 juta orang hidup di negara maju. Jumlah penderita kekurangan gizi menurun hampir 30% di Asia-Pasifik dari 739 juta jiwa menjadi 563 juta jiwa, penurunan ini disebabkan karena kemajuan sosial-ekonomi di banyak negara di Asia-Pasifik. Jumlah penderita kekurangan gizi di Amerika latin juga mengalami penurunan dari 65 juta pada tahun 1990-1992 menjadi 49 juta pada tahun 2010-2012. Sementara itu di Afrika terjadi peningkatan jumlah penderita gizi buruk yang awalnya 175 juta menjadi 239 juta orang (Sundaram, 2012).
Malnutrisi merupakan kondisi fungsi fisik seseorang terganggu dimana ia tidak bisa mempertahankan kapasitas tubuh alaminya, seperti pertumbuhan, kehamilan, menyusui, kemampuan belajar, kemampuan fisik, dan kemampuan memulihkan diri dari penyakit. Malnutrisi termasuk kelebihan dan kekurangan gizi. Istilah ini mencakup masalah-masalah seperti terlau kurus atau terlau pendek bagi usia seseorang atau menjadi terlalu gemuk (obesitas). Salah satu jenis malnutrisi adalah Protein Energy Malnutrition atau Kurang Energi Protein. Protein Energy Malnutrition merupakan bentuk malnutrisi akibat dari kurangnya konsumsi protein. Kondisi ini dapat diukur tidak hanya dari berapa banyak makanan yang dimakan tetapi dari pengukuran fisik seperti berat atau tinggi badan dengan usia. (WFP, 2014)
            Kekurangan protein banyak terjadi pada masyarakat dengan tingkat sosial ekonomi rendah. Kekurangan protein murni pada stadium berat dapat menyebabkan kwashiorkor pada anak di bawah lima tahun. Istilah kwashiorkor pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Cecily Williams pada tahun 1933 ketika ia menemukan keadaan ini di Ghana, Afrika. Dalam bahasa Ghana,  kwashiorkor artinya adalah penyakit yang diperoleh anak pertama, ketika anak kedua sedang ditunggu kelahirannya. Kekurangan protein sering ditemukan secara bersamaan dengan kekurangan energi yang menyebabkan kondisi yang disebut marasmus. (Almatsier, 2009)
Kwashiorkor
            Kwashiorkor sering ditemukan diderita oleh bayi dan anak kecil pada usia dua hingga tiga tahun. Usia dua tahun merupakan usia yang sangat rawan, karena usia ini merupakan masa peralihan dari ASI (Air Susu Ibu) ke PASI (Pengganti Air Susu Ibu). Makanan PASI pada umumnya mengandung karbohidrat yang tinggi tetapi kandungan proteinnya rendah. Padahal, pada usia tersebut protein sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan anak. (Winarno, 2004)
            Kwashiorkor jarang ditemukan pada orang dewasa. Kwashiorkor dapat terjadi pada konsumsi energi yang cukup atau lebih. Kwashiorkor ditandai dengan adanya gejala fisik maupun psikis. Gejala fisik yang timbul biasanya adalah pertumbuhan terhambat, otot-otot berkurang dan melemah, rambut mudah rontok, kulit kering dan pecah-pecah, moonface dan edema, sedangkan gejala psikis yang terjadi adalah seperti anak menjadi apatis, tidak nafsu makan, tidak gembira dan suka merengek. (Almatsier, 2009)
            Gejala yang paling spesifik dari penerita kwashiorkor adalah edema. Terjadinya edema diakibatkan oleh turunnya kadar serum albumin. Hal ini selalu terjadi pada penderita kwashiorkor. Turunnya serum albumin akan menyebabkan turunnya tekanan osmotik darah. Sebagai akibatnya terjadi perembesan cairan menerobos pembulu darah dan masuk ke dalam jaringan tubuh, sehingga terjadi edema. Edema biasanya terjadi terutama pada perut, kaki dan tangan. (Winarno, 2004)
Marasmus
            Marasmus berasal dari  bahasa Yunani yang berarti merusak. Marasmus umumnya terjadi pada bayi usia satu tahun pertama. Marasmus biasanya terjadi karena bayi terlambat diberi makanan tambahan. Penyakit ini juga dapat terjadi karena penyapihan mendadak, formula pengganti ASI yang terlalu encer dan tidak higienis atau terinfeksi gastroenteritis. Marasmus dapat berpengaruh jangka panjang terhadap fisik dan mental yang sulit untuk diperbaiki. (Almatsier, 2009)
            Marasmus merupakan istilah yang digunakan bagi gejala yang timbul apabila anak menderit kekurangan energi (kalori) dan kekurangan protein. Penyakit ini berbeda dengan kwashiorkor dimana penderita kwashiorkor hanya mengalami kekurangan protein sedangkan energinya tercukupi. Penderita marasmus akan terlihat sangat kurus sedangkan penderita kwashiorkor tidak terlihat kirus. (Winarno, 2004)
            Marasmus sering ditemukan di antara kelompok sosial ekonomi rendah di sebagian besar negara berkembang. Kasus marasmus lebih banyak ditemukan dibandingkan dengan kwashiorkor. Gejala yang timbul dari penyakit marasmus seperti pertumbuhan terhambat, lemak di bawah kulit berkurang dan otot-otot berkurang dan melemah. Pada penderita marasmus tidak terjadi edema, tetapi seperti pada penderita kwashiorkor penderita marasmus juga mengalami perubahan pada rambut dan kulit. Selain itu, anak akan menjadi apatis dan terlihat seperti sudah tua. Marasmus sering disertai dengan adanya penyakit-penyakit lain seperti tuberkulosis, infeksi saluran pernapasan, dehidrasi serta defisiensi vitamin terutama vitamin D dan vitamin A. (Almatsier, 2009)
REFERENSI
Almatsier, S., 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Sundaram, J.K. et al., 2012. The State of Food Insecurity in the World. Rome: FAO Food and Agriculture Organization of United Nations.
WFP, 2014. Hunger Glossary. [Online] Available at: http://www.wfp.org/hunger/glossary [Accessed 13 September 2014].

Winarno, F.G., 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar